Monday 24 October 2011

印尼华人 (21/1)

印尼华人 (21/1)


TETANGGAKU ENGKONG ACONG

Posted: 24 Oct 2011 06:32 AM PDT

Story: Sampai sekarang Engkong masih sehat-sehat, walaupun sudah melalui musin penghujan dan kemarau sebanyak 76 kali. Badannya memang nggak setegap dulu lagi, dan juga sudah banyak muncul bintik-bintik hitam yang selalu menghiasi kulit semua orang yang sudah uzur. Saya tahu begitu, karena Ia suka membuka bajunya berjemur di depan rumahnya setiap jam 10 pagi. Ia suka sekali menceritakan pengalaman kuda gigit besinya, waktu orang berambut merah – demikian istilahnya untuk penjajah Belanda dan si Jepang yang kate berkuasa di Indonesia. Setiap ada kesempatan, di malam hari ketika kami, yang waktu itu masih anak-anak bermain dan berkumpul di terasnya, ia pun mulai mengisahkan kepahitan hidup yang pernah dijalaninya dulu, berharap kami belajar makna kehidupan dan menghargai setiap butir nasi yang tersedia di piring kami, walaupun bagi kami cerita-ceritanya itu sering hanya numpang lewat di telinga saja.

Engkong Acong memang lahir di Indonesia, dan belum pernah sekalipun menginjakkan kakinya di Tiongkok, tanah leluhurnya. Waktu itu keadaannya miskin banget, sama seperti orang-orang lainnya pada jaman tersebut. Namun sekarang ia sudah hidup lumayan layak, disokong keenam anaknya yang sudah bekerja dan menikah semua. Pekerjaan pertama Engkong adalah penjual rokok pajangan/stand kecil di tepi jalan samping pelabuhan kota kami.

Bersama penjual rokok lainnya mereka mengais-ngais rezeki sekedar untuk tetap dapat bertahan hidup dari hari ke hari. Perbedaannya – this is the best part, menurut Engkong sendiri – kalau makan siang, ketika yang lain makan nasi bungkus Padang pake daging ayam, Acong kecil yang baru 14 tahun, hanya makan nasi putih yang dibawa dari rumah dengan lauk asinan yang sangat-sangat murah. Selang lima tahun kemudian, Engkong sudah punya toko kelontong kecil di sana, sedangkan penjual rokok sejaman dia pada nggak tahu sudah kemana.

Ganasnya hidup di jaman penjajahan, bersama-sama penduduk lainnya keluarga Engkong sering harus berpindah tempat mengungsi karena ada pengeboman dan peperangan di mana-mana. Ketika kembali, adalah pahit sekali saat seseorang harus menerima kenyataan kalo rumah dan harta benda sudah ludes dan betapa mereka harus memulai dari awal lagi – itu terjadi berulang kali. Banyak pula keluarga atau saudara Engkong yang dibunuh Jepang, hanya karena membela rakyat. Namun nggak ada satu pun orang Tionghoa yang tercatat sebagai pejuang dalam buku sejarah, entahlah, mungkin lembaran tersebut lepas dari bukunya.

Kemudian datanglah saat-saat paling suram dalam hidup Engkong Acong. Zaman revolusi telah tiba, ketika di tahun 66, tak ada satu kali pun Engkong menyangka jika orang-orang berkulit kuning akan dimusuhi dan dituduh komunis, walaupun banyak dari mereka yang tidak tahu apa-apa, hanya tahu bagaimana supaya periuk nasinya di dapur setiap hari ada mendidih saja. Sejak saat itulah kehidupan nasib Engkong dan semua orang Tionghoa di Indonesia berubah, bagaikan orang kulit hitam di negeri Barat sana

Semua hal-hal yang berbau Tionghoa dicoba dihilangkan baunya, termasuk juga perayaan Tahun Baru sesuai dengan adat dan kepercayaan yang dianut seseorang, yang walaupun sudah dijamin UUD 1945 itu. Bukan itu saja, katanya KTP untuk Engkong Acong juga ada spesifikasi khususnya, lain dengan Joko dan Sitorus punya. Anak-anak Engkong sampai cucu-cucunya juga harus punya SBKRI, untuk dapat sekolah, padahal sudah jelas-jelas lahir di Indonesia dan punya bukti identitas Kartu Penduduk, sementara Engkong Acong sendiri sudah punya. Kalau Engkong adalah sudah orang Indonesia, lalu mengapa pula dipertanyakan warga negara mana anak dan cucunya. Kalau memang bukan warna negara, mengapa ada Kartu Tanda Penduduk pula? Namun Engkong harus menerima bahwa kadang kala ada hal-hal yang tidak dapat dipertanyakan.

Waktu cucunya yang kelas V SD menanyakan arti Bhinneka Tunggal Ika untuk pelajaran sekolahnya, Engkong pun tidak bisa menjelaskan mengapa semua yang berbeda-beda harus disatu-satuin dan disama-samain, melenceng jauh dari arti sebenarnya, biarpun berbeda-beda namun merasa tetap satu, dimana orang dapat menghargai perbedaan yang ada dan bukannya mencoba untuk menghilangkan perbedaan yang diciptakan Tuhan itu. Engkong yang nggak sekolah tinggi-tinggi banget juga sering heran apa yang dimaksudkan dengan pembauran bila pemerintah sukanya membuat perbedaan, misalnya dimana-mana ada kolom isian dalam formulir untuk melihat seseorang itu WNI atau WNI keturunan. Lha katanya pembauran, kok malah sengaja dibeda-bedain begitu?

Nasib juga makin sering mempermainkan Engkong, ketika ia dipaksa untuk tidak menjadi dirinya sendiri. Ketika dipandang secara aneh oleh orang-orang di luar karena mata sipitnya, atau ketika ia dipaksa untuk menggunakan bahasa Indonesia yang tidak begitu dikuasainya, demi alasan persatuan, sementara sekolah-sekolah malah mengajarkan bahasa-bahasa daerah.

Ia juga sudah kenyang pula diterpa isu-isu biarpun bukan artis ngetop seperti yang menyebutkan bahwa kalo yang namanya orang Tionghoa pagar rumahnya tinggi-tinggi karena tidak mau bergaul dengan orang lain, padahal rumah Engkong nggak ada pagar sama sekali. Maklum rumahnya sangat sederhana dan nggak ada apa-apanya. Kalo ada harta yang banyak, Engkong juga mau bangun pagar tinggi-tinggi. Masalahnya pagar tinggi itu bukan pada orangnya tapi pada kekayaan seseorang, toh banyak juga yang bukan Tionghoa yang pagarnya jauh lebih tinggi lagi karena mereka takut akan keamanan rumahnya yang mewah. Bahkan banyak orang Tionghoa di daerah yang sama seperti Engkong, hidup hanya selayaknya, banyak orang Tionghoa yang jadi tukang sayur dan tukang sampah, sampai-sampai Engkong juga heran mengapa dikatakan orang Tionghoa ekonominya kuat?

Herannya, ketika ia membaca berita tentang penduduk Suriname Jawa pada koran harian langganannya, hatinya pun merasa geli. Orang asal Jawa yang pada jaman londo-londo masih berkuasa, dipindahkan ataupun dikirim paksa ke sana untuk membuka perkebunan, setelah melewati berbagai jaman, akhirnya menetap dan beranak-cucu di sana. Mereka tetap mempertahankan adat-istiadat Kejawaan mereka, bahkan ada siaran radio dalam bahasa Jawa di Suriname. Berita tersebut dengan bangga dimuat dan disebarluaskan oleh media massa Indonesia. Tapi, haiyaa! Di halaman lainnya, mengapa kok ada berita tak terkait yang mengisahkan betapa orang Tionghoa Indonesia yang dikutuk habis-habisan hanya karena persoalan bercakap-cakap sesama kawan dalam bahasa ibu mereka. Tapi Engkong Acong pun diam tak berkomentar banyak. Memang, kadang kala ada hal yang tidak perlu dipertanyakan.

Saya tanyakan ke Engkong, bagaimana mereka saat itu, bukankah begitu susah? Bagaimana ia bisa tetap hidup. Ia pun mengatakan simpel saja: ilmu dikejar anjing! Ia pun menjelaskan, kalau kita lomba lari sama anjing, pasti anjing menang karena anjing punya empat kaki, kita cuma punya dua. Tapi kalau kita sudah dikejar anjing siapa akan menang? Saya mengerti juga kalau seseorang menempatkan diri untuk hidup dalam keadaan terpaksa dikejar-kejar penderitaan dan hambatan hidup, semua daya upaya pasti dikerahkan supaya kita bisa tetap hidup. Engkong cuma tersenyum saja, walaupun giginya sudah jarang pula sekarang. Saya sering menduga kalo ia berumur panjang pasti karna ia selalu tersenyum walaupun sedang menderita.

Adalah pada suatu pagi di bulan Februari, ketika Engkong mendengar suara; satu suara yang begitu dikenalnya. Suara irama tabuhan yang mantap dan kuat. Tapi hampir pula ia tidak percaya. Dibukanya jendela lantai dua rumahnya dan dilongokkan kepalanya ke depan bersama badannya, sampai hampir-hampir jatuh kalau ia tidak cepat memegang pinggiran jendela. Tetapi tetap saja ia tidak bisa percaya mata dan telinganya. "Amah! Amaaah! Amaaahhh! Ada Barongsai dan Naga!" Ia berteriak-teriak memanggil istrinya untuk ikut melihat, tidak sadar kalau Amah sudah meninggalkannya ke surga tahun kemarin. Sudah begitu lama, sudah begitu lama. Tiga puluh tahun lebih! Tenggorakannya terasa serak, ia mau berteriak lagi, namun yang keluar cuman suara sesegukan. Matanya juga tidak bisa bekerja sama, bulir-bulir panas mengalir begitu saja melewati pipinya.

"Amaaahhh, ada nagaaaa!" akhirnya keluar juga isi hatinya yang tumpah ruah. Jalanan di depan rumahnya sebentar saja penuh dengan penonton berbagai usia dan kalangan yang berlarian keluar untuk menonton arak-arakan atraksi Barongsai dan Naga. Suasana begitu ribut, namun ada atmosfir kegembiraan yang penuh di udara. Seperti ada sumbat yang terlepas dan keriangan yang selama ini tertahan menyembur ke mana-mana. Entah apa yang ada di benak Engkong saat itu, saya tidak pernah tahu. Saya cuman melihat mulutnya komat-kamit di antara isakannya seperti mengucapkan kata "Kamsia, kamsia, kamsia." Memang, kadang kala ada sesuatu yang tidak perlu dipertanyakan! [Meilinda Chen / Jakarta / Tionghoanews]

KWEE TEK HOAY, TOKOH TIONGHOA BIDANG SASTRA

Posted: 24 Oct 2011 05:17 AM PDT

Kwee Tek Hoay (lahir di Bogor, Jawa Barat, 31 Juli 1886 – meninggal di Cicurug, Sukabumi, Jawa Barat, 4 Juli 1952 pada umur 65 tahun) adalah sastrawan Melayu Tionghoa dan tokoh ajaran Tridharma (Sam Kauw Hwee). Ia banyak menulis karya sastra, kehidupan sosial, dan agama masyarakat Tionghoa peranakan. Karyanya yang terkenal di antaranya adalah Drama di Boven Digoel, Boenga Roos dari Tjikembang, Atsal Moelahnja Timboel Pergerakan Tionghoa jang Modern di Indonesia, dan Drama dari Krakatau.

* Pendidikan

Kwee Tek Hoay adalah anak bungsu dari ayah bernama Kwee Tjiam Hong dan ibu bernama Tan Ay Nio. Sejak berusia 8 tahun, Kwee Tek Hoay masuk sekolah Tionghoa berbahasa pengantar Hokkian. Namun sering membolos karena tidak mengerti bahasa yang digunakan itu. Pendidikan formal terakhir yang ditekuninya setara dengan sekolah dasar masa kini. Setelah itu ia dibimbing oleh seorang guru. Pada masa itu,keturunan Tionghoa tidak diperkenankan masuk sekolah Belanda, jika bukan anak seorang bangsawan atau berpangkat.

Kwee Tek Hoay belajar tata buku dan akuntansi dari seorang guru sekolah Belanda, juga giat mempelajari bahasa Melayu, Belanda dan Inggris. Setelah menguasai tiga bahasa itu, Kwee Tek Hoay sangat gemar membaca buku-buku dalam bahasa Melayu, Belanda dan Inggris.

* Karir

(1). Wartawan
Kwee Tek Hoay adalah seorang wartawan dan tulisannya telah dimuat di mingguan Li Po, surat kabar Bintang Betawi, dan Ho Po. Salah satu tulisannya yang terkenal dan mendapat sorotan masyarakat pada masa Perang Dunia I adalah Pemandangan Perang Dunia I Tahun 1914 - 1918 dimuat di surat kabar Sin Po.

Tahun 1925 Kwee Tek Hoay menjadi kepala redaksi di harian Sin Bin di Bandung. Menjabat pemimpin redaksi mingguan Panorama (1926-1932), majalah Moestika Panorama (1930-1932) yang berganti nama menjadi Moestika Romans. Tahun 1932-1934 Kwee Tek Hoay mendirikan mingguan Moestika Dharma dan majalah bulanan Sam Kauw Gwat Po (1934-1947) yang khusus membahas agama, filsafat dan teosofi.

Pada tahun 1932 Kwee Tek Hoay mendirikan sebuah percetakan dan penerbitan bernama Moestika, yang semual berkantor di Batavia (sekarang dikenal sebagai Jakarta) dan dipindahkan ke Cicurug, Sukabumi, Jawa Barat tahun 1935.

(2). Sastrawan
Sebagai sastrawan Kwee Tek Hoay mulai menulis tahun 1905 ketika novelnya yang pertama berjudul Yoshuko Ochida atawa Pembalesannja Satoe Prampoean Japan diterbitkan secara bersambung di majalah Ho Po di Bogor. Tahun 1919 menulis sebuah drama 6 babak berjudul Allah jang palsoe. Drama kedua terbit pada tahun 1924 berjudul Djadi Korbannja Perempoean Hina. Itulah awal dari karir sastra Kwee Tek Hoay.

* Budha Tridharma

Kwee Tek Hoay adalah penganut Budha Tridharma yang taat. Ia menerbitkan majalah berbahasa Indonesia pertama yang berisikan ajaran Agama Buddha dengan nama Moestika Dharma (1932-1934). Dari majalah ini diketahui bahwa telah berdiri sebuah organisasi Buddhis bernama Java Buddhist Association di bawah kepemimpinan E. Power dan Josias van Dienst. Organisasi ini merupakan anggota International Buddhist Mission yang berpusat di Thaton Birma dan mengacu pada aliran Buddha Theravada.

Perkembangan jaman yang mempengaruhi peranakan Tionghoa membuat mereka mengalami krisis identitas kebudayaan dan agama. Kwee Tek Hoay kemudian berusaha mengembalikan kebudayaan leluhurnya dengan menulis tentang "Agama Tionghoa" yang merupakan gabungan dari tiga agama, yakni Konfusionisme, Buddisme dan Daoisme (Taoisme). Pemikirannya tentang tiga agama itu kemudian dimuat dalam majalah Sam Kauw Gwat Po.

Tulisannya Atsal Moelahnja Timboel Pergerakan Tionghoa jang Modern di Indonesia yang merupakan serial dalam Moestika Romans edisi Agustus 1936 - Januari 1939 telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh sinolog terkemuka Lea E. Williams dengan judul "The Origins of the Modern Chinese Movement in Indonesia".

* Karya-Karyanya

a). Drama
- Korbannja Kong Ek (1926)
- Plesiran hari Minggoe (1927)
- Korbannya Yi Yung Toan (1928)
- The ordeal of general Chiang Kai
Shek (1929)
- Mait Hidoep (1931)

b). Novel
- Boenga Roos dari Tjikembang (1927) Pernah dibuatkan film dua kali pada tahun 1931 oleh Wong Brothers, dan 1976 oleh Fred Young.
- Drama dari Krakatau (1928)
- Drama di Boven Digoel (1938).
- Nonton Capgome (1930)
- Zonder Lentera (1930)
- Penghidoepannja satoe sri panggung (1931)
- Drama dari Merapi (1931)
- Pendekar dari Chapei (1932)
- Berkahnja Malaise (1933)
- Atsal Moelahnja Timboel Pergerakan Tionghoa yang Modern di Indonesia (1933)
- Bertjakap-tjakap tentang Agama Budha (Swastika, 1961)
- Meditasi dan Sembahjang (Swastika, 1961)
- Thay Hak (Swastika, 1961)
- Hauw dari Khong Tju (Swastika, 1962)
- The Origins of the Modern Chinese Movement in Indonesia (Southeast Asia Program, Cornell University, 1969)
- Avalokitesvara (Panitia Peringatan se-Abad Kelahiran Kwee Tek Hoay, 1986)
- 100 Tahun Kwee Tek Hoay: dari Penjaja Tekstil sampai ke Pendekar Pena (Penyunting: Myra Sidharta, Pustaka Sinar Harapan, 1989)
- Kesastraan Melayu Tionghoa dan Kebangsaan Indonesia (Penyunting: Marcus AS dan Pax Benedanto, Kepustakaan Populer Gramedia, 2001)
- Kesastraan Melayu Tionghoa 1
- Kesastraan Melayu Tionghoa 2
- Kesastraan Melayu Tionghoa 3
- Kesastraan Melayu Tionghoa 4
- Kesastraan Melayu Tionghoa 5
- Kesastraan Melayu Tionghoa 6
- Kesastraan Melayu Tionghoa 7

Salam kenal dengan saya pendatang baru dalam blog ini. [Sony Lim / Jakarta / Tionghoanews]

SELEBARAN, STICKER DAN KODE SILANG TEROR WARGA TIONGHOA

Posted: 24 Oct 2011 04:54 AM PDT

Sabtu (22/10) malam, selebaran bertuliskan "abu" tergeletak di sejumlah rumah warga etnis Tionghoa, di Solo. Sejumlah rumah itu, juga diberi tanda silang dari lakban berwarna merah. Dalam tempo yang bersamaan, beredar SMS dan pesan dari BBM bernada provokasi.

Entah siapa yang berbuat iseng itu. Tapi teror iseng, itu tidak berpengaruh sama sekali terhadap warga. Tragedi kerusahan berbau suku, agama, ras dan antargolongan (SARA) 13 tahun silam, sudah membuat warga Solo cerdas untuk tidak terusik teror murahan itu.

Minggu (23/10) pagi, Walikota Surakarta Joko Widodo (Jokowi) juga santai menanggapi teror iseng itu. Baginya, ulah dari oknum tidak bertanggungjawab itu, sama sekali tidak bisa mengusik warganya.

"Itu hanya ulah oknum yang suka memprovokasi dan ingin memanas-manasi saja. Saya pikir semua warga Solo sudah dewasa dan bisa berpikir jernih dalam menyikapi hal seperti ini. Masyarakat juga tidak perlu meresahkan kalau ada kejadian serupa di kemudian hari," ujarnya kepada wartawan di rumah dinasnya, Loji Gandrung, kemarin.

Menurut Jokowi, isu yang mengabarkan jika akan terjadi kerusuhan di kota-kota besar seperti Medan, Surabaya, Jakarta, Bandung dan Solo tidak lebih hanya sekadar isapan jempol (isu).
"Lihat saja, hari ini (kemarin) tidak terjadi apa-apa. Car Free Day sangat ramai seperti biasa.

Masyarakat juga saling berbaur tanpa ada ketakutan akan terjadi sesuatu. Malahan tadi malam (Sabtu) acara budaya di Ngarsopuro juga berlangsung relatif lancar. Semua warga dari berbagai kalangan juga saling berinteraksi," kata Jokowi menggambarkan kondisi warga Solo.

Jokowi pun meminta kepada seluruh pihak, termasuk media untuk tidak terlalu membesar-besarkan isu itu. Sedangkan masyarakat dipersilakan untuk tetap tenang dan tetap beraktivitas seperti biasa. "Provokasi itu tidak perlu dibesar-besarkan. Bahkan bisa kembali dijadikan test case, jika situasi Solo tetap kondusif," ujarnya.

Senada disampaikan Wakil Walikota Surakarta, FX Hadi Rudyatmo. Menurutnya peristiwa itu, hanya ulah pihak-pihak tertentu yang tidak suka dengan situasi Kota Solo yang kondusif beberapa tahun ini."Tolong jangan hiraukan semua informasi yang sifatnya meneror. Mari kita jaga situasi kota agar tetap aman," pintanya. [Yenni Huang / Solo / Tionghoanews]

BEBERAPA CARA UNTUK MERAIH RESPEK ORANG LAIN

Posted: 24 Oct 2011 04:48 AM PDT

Pernahkan Anda bertemu dengan seseorang yang bersikap kasar terhadap diri Anda; seseorang yang tidak Anda hargai sama sekali? Bagaimana perasaan Anda? Apakah Anda merasa terganggu? Kesal?

Jika Anda adalah seorang yang sangat menghargai diri sendiri, itu artinya Anda juga ingin orang lain memperlakukan Anda dengan rasa hormat. Tahukah Anda? Usia tua bukanlah syarat untuk mendapatkan rasa hormat. Sejumlah anak muda sangatlah dihormati oleh orang-orang yang lebih tua dari mereka.

Tetapi saya juga menemukan banyak orang yang lebih tua dari saya yang tidak saya hormati, karena perilaku mereka sudah di luar batas. Semua ini berhubungan dengan betapa baiknya Anda membawa diri, sikap Anda terhadap yang lainnya, dan perilaku Anda. Tidak peduli Anda berada di mana dan di mana Anda bekerja, Anda tetap bisa dihormati orang lain.

1. Kerjakan pekerjaan Anda dengan baik

Orang yang paling dihargai dalam kehidupan sehari-hari adalah mereka yang jujur dan murah hati dan selalu mengerjakan pekerjaan mereka dengan baik -- termasuk menjalin hubungan antar individu dengan baik. Orang-orang yang berada di sekitar kita akan menghargai bakat dan ketulusan kita melalui pekerjaan yang kita lakukan.

2. Menghormati orang lain

Menghormati adalah sebuah jalur dua arah. Jika Anda ingin orang lain menghormati Anda, Anda harus menghormati orang lain dulu. Jika Anda belum pernah menemukan seseorang yang benar-benar menghormati Anda, Anda mungkin seseorang yang juga tidak pernah menghormati orang lain. Daripada mengeluhkan bagaimana orang lain tidak menghormati Anda, cobalah untuk menghormati orang-orang yang mungkin memperlakukan Anda dengan buruk itu.

Cara ini dapat membantu untuk mendapatkan perubahan dalam hubungan Anda dengan orang lain. Kapan pun seseorang berperilaku kasar terhadap saya, saya berpikir mungkin saja saya telah berlaku kasar terhadap seseorang sebelumnya dan cobalah untuk memperbaiki hubungan tersebut. Cara ini dapat menciptakan sebuah atmosfer yang positif.

3. Hargai apa yang Anda katakan

Tidak ada orang yang suka dengan orang yang tidak jujur dan tidak dapat diandalkan. Seorang individu yang dihargai dengan baik adalah seorang yang jujur dalam komunikasinya dan dapat dipercayai untuk melakukan se-suatu yang telah dia janjikan. Saya percaya bahwa integritas adalah sebuah langkah pertama untuk menghormati diri kita. Hidup dengan berkomitmen dan memenuhi semua janji-janji kita adalah sebuah prioritas. Jika untuk beberapa alasan tertentu kita tidak dapat mewujudkan janji kita, pastikan kita memberitahu pihak lain dan menebusnya di kemudian waktu.

4. Menjadi orang yang terbuka terhadap kritikan

Berlawanan dengan apa yang kebanyakan orang percayai, dihargai tidak berarti bahwa Anda tidak akan menerima kritikan sama sekali -- hal ini kedengarannya cukup bertolak belakang. Semakin baik Anda dikenal, maka semakin banyak kritikan yang akan Anda terima. Kita tidak seharusnya menolak kritikan dan kita perlu belajar menerima kritikan dengan senang hati. Orang-orang akan menghargai seseorang yang dapat menerima kritikan negatif dan mengubahnya menjadi sesuatu yang positif.

5. Perlakukan diri Anda dengan rasa hormat

Banyak dari kita mencari hormat dari orang lain, tapi kita sering tidak menghargai diri kita sendiri. Pernahkah Anda mengritik Anda sendiri dengan kasar? Apakah Anda menyayangi diri sendiri sepenuh hati atau tanpa syarat? Apakah Anda memperlakukan diri sendiri dengan sangat buruk seperti kurang tidur, tidak cukup makan dan olahraga? Jika Anda tidak bisa menghargai diri Anda sendiri, jangan berharap Anda bisa mendapatkan rasa hormat dari orang lain. Cobalah untuk mulai menyayangi diri Anda sendiri. Maka rasa sayang dari orang lain akan datang juga dengan sendirinya.

6. Dapat membawa diri dengan baik

Hal yang ini termasuk berpakaian rapi, bersikap sopan santun, menggunakan bahasa yang baik, dan mempunyai etika sosial. Seringkali akan lebih bijak bila kita tetap menjaga mulut tetap tertutup daripada membalas komentar-komentar dengan cepat dari seseorang.

7. Jangan Mengatakan Hal Buruk di belakang Orang

Baik dalam lingkungan profesional atau sosial, memperbincangkan hal buruk yang dilakukan orang lain merupakan perilaku yang tidak sepantasnya dilakukan. Anda pastinya tidak akan mendapatkan rasa hormat dengan cara ini. Jika Anda tidak senang dengan orang-orang tertentu dan tidak senang dengan apa yang dia lakukan, cobalah untuk berbicara kepadanya dan selesaikan tugas-tugas Anda.

Jangan membicarakan hal-hal buruk di belakangnya. Perilaku negatif semacam ini akan mengundang gosip yang tidak baik. Hal ini tidak hanya akan memberi dampak yang buruk bagi Anda, tetapi juga akan menyakiti pihak lain, baik Anda sadar atau tidak. Jujur dan transparanlah dalam komunikasi Anda.

8. Teguh dengan apa yang Anda yakini

Pernahkah Anda berjumpa dengan orang-orang yang setuju begitu saja dengan apa yang orang lain katakan tanpa memikirkannya terlebih dahulu? Bila jawabannya 'iya' maka orang akan menjadi tidak dapat berbuat apa-apa untuk sementara. Saya lebih menghargai seseorang yang tidak langsung setuju dengan perkataan orang lain dan tetap teguh dengan pendiriannya, daripada orang yang selalu mengikuti apa yang dikatakan orang lain. Demikian juga, dengan berpegang pada pemikiran Anda sendiri maka Anda dapat mendapatkan rasa hormat dari orang lain. Jangan takut untuk tetap teguh dengan apa yang Anda yakini.

9. Jadilah diri anda sendiri

Akan lebih baik bila Anda menjadi diri Anda yang sebenarnya daripada mencontoh orang lain. Orang akan menghargai individu-individu yang menjadi dirinya sendiri. Terlalu banyak orang yang mencoba mati-matian untuk menjadi seseorang yang bukan dirinya sendiri, dan pada akhirnya mereka bahkan tidak memiliki identitasi diri sendiri. Temukan siapa diri Anda sebenarnya dan apa yang Anda yakini. Apa yang dunia ini perlukan adalah lebih banyak orang yang menjadi diri mereka sendiri, bukan badut orang lain.

10. Jadilah panutan

Tindakan lebih berarti daripada kata-kata. Apakah Anda sudah menjadi panutan bagi orang lain dari cara Anda berperilaku? Apakah Anda memprioritaskan perilaku ini di posisi atas? Anda memperoleh rasa hormat dengan "melakukan apa yang Anda katakan." Orang yang paling dihormati adalah seseorang yang memberikan inspirasi bagi orang lain untuk menggapai cita-cita mereka dan membuat orang bisa membuka potensi tertinggi dalam dirinya. [Linda Lim / Denpasar / Bali / Tionghoanews]

P U I S I

Posted: 24 Oct 2011 04:47 AM PDT

Pada dinasti Ming ada seorang pelajar yang bernama Xu Sheng, dia adalah seorang pelajar yang pintar. Pada suatu hari ketika melintas di jalan pegunungan, dia sampai di sebuah sungai kecil, sungai ini sangat dangkal airnya hanya mencapai lutut, dengan melipat celana keatas lutut sudah bisa menyeberangi sungai tersebut.

Dia telah melepaskan sepatunya, mempersiapkan diri menyeberangi sungai ini, tiba-tiba dia melihat seorang gadis berjalan ke arahnya, lalu berdiri disampingnya, gadis ini sangat muda berumur sekitar 17-18 tahun, wajahnya sangat cantik, sifatnya kelihatan sangat sopan, dia menatap air sungai ini tanpa mengucapkan sepatah katapun, kelihatannya ragu-ragu dan takut, hendak menyeberangi sungai ini tetapi sayangnya tidak ada jembatan.

Xu Sheng berkata kepadanya, "Nona cantik, apakah ingin menyeberangi sungai?" gadis ini tersenyum malu, Xu Sheng berkata lagi, "Nona cantik, engkau ingin menyeberangi tetapi dengan pakaian seperti ini sulit melakukannya, bagaimana caranya ya?" Gadis ini menundukkan kepalanya melihat dirinya sendiri, lalu tersenyum terlihat sifatnya sangat pemalu, Xu Sheng sambil tertawa berkata, "Punggungku dapat dijadikan perahu bisa membawa anda menyeberangi sungai ini." Gadis ini menganggukkan kepala menyetujui.

Berikutnya, dia dengan kedua lengannya memegang bahu Xu Sheng, Xu Sheng dengan kedua tangannya memegang kaki gadis ini memanggulnya melewati sungai ini. Air sungai yang jernih, bagaikan cermin yang memantulkan bentuk badan gadis cantik ini, sehingga Xu Sheng tanpa sadar mengucapkan sebaris puisi, "Gadis muda melintasi bima sakti, gaun merahnya menutupi gelombang hijau…."

Puisinya masih belum habis diucapkan, mereka telah sampai diseberangi sungai. Gadis ini turun dari punggung Xu Sheng, menyambung puisinya "karena dua baris puisi ini, kehilangan kesempatan memenangkan juara pertama," setelah selesai berkata hilang dari tempat itu. Xu Sheng sangat terkejut dan menyesal, tiba-tiba dia menyadari, ini semua adalah cobaan dari para dewa terhadap dirinya, dia sadar puisi yang tadi diucapkannya mengandung kata-kata tidak hormat, membuat dewi tadi tidak puas terhadap dirinya, sehingga mengucapkan dua baris puisi kepadanya, tetapi apa arti puisi tersebut? Dia tidak memahaminya.

Akhirnya, Xu Sheng ketika menghadapi ujian cendekiawan, dia mendapat juara kedua, pada saat ini dia segera sadar, seharusnya dirinya dapat menjadi juara pertama, tetapi karena dua baris puisi yang mengandung maksud tidak  sehat sehingga para dewa telah mencabut kualifikasi juara pertamanya sehingga dia menjadi juara kedua. [Veronica Lim / Bogor / Tionghoanews]

KEBIJAKAN YAN ZI (1)

Posted: 24 Oct 2011 03:53 AM PDT

Yanzi, seorang diplomat besar zaman Tiongkok kuno, hidup pada 578 SM - 500 SM. Dia berasal dari Yiwei (sekarang Shandong Lai Zhou). Dia dianggap sebagai politikus penting selama periode musim semi dan gugur, dan mempunyai pemikiran yang handal sebagai seorang diplomat.

Yanzi mempunya tinggi badan kurang dari 1,5 meter dan berwajah pucat, namun dia dikenal sebagai pejabat yang adil dan baik terhadap rakyat. Dia hidup sangat sederhana dan hemat. Sebagai seorang menteri istana, ia sering memberi nasehat apa adanya apabila raja melakukan sesuatu hal yang tidak pantas.

Melakukan hal itu harus membutuhkan keberanian yang luar biasa, karena nyawa sebagai taruhannya apabila menyinggung raja. Namun, Yan Zi seorang yang cerdas dan terampil sehingga ia bisa mencapai tujuannya.

Sima Qian, sejarawan besar Tiongkok kuno, pemikir dan penulis, menyebut Yan Zi sebagai diplomat paling handal.  Yan Zi menjabat selama masa pemerintahan 3 raja dari Kerajaan Qi.  Dia seorang jenius yang langka, sehingga membuat Kerajaan Qi kuat dan makmur selama masa tersebut.

* Kepandaian berdiplomasi Yan Zi

Talenta terbesar Yanzi adalah keluwesannya. Ketika menjadi utusan ke Negara Chu, Raja Chu   ingin mempermalukannya. Raja bertanya kepada Yan Zi, "Apakah tidak ada orang lain di ibukota? Mengapa mengirim Anda?"  Yan Zi menjawab, "Oh iya,  di ibukota jika semua orang mengangkat lengan bajunya, mereka dapat menghalangi sinar matahari, karena ada 8.000 jiwa di sana."

Raja menambahkan, "Tapi mengapa orang pendek seperti Anda berani datang ke Negara Chu?"

Yan Zi Menjawab, "Yang Mulia, sistem pemerintahan tiap negara berbeda dengan yang lainnya. Raja Qi mengirimkan seorang utusan cerdas untuk seorang raja  yang cerdas, dan utusan yang bodoh untuk seorang raja bodoh. Saya seorang yang berkemampuan, jadi  saya datang ke Negara Chu."

Pada kesempatan berbeda, ketika Yan Zi pergi ke Negara Chu, Raja Chu dan semua menterinya berencana untuk menghinanya.

Raja Chu mengetahui postur tubuh Yan Zi yang tidak pada umumnya. Ketika rombongan Yan Zi tiba di depan gerbang ibu kota, penjaga membukakan pintu kecil untuknya.  Yan Zi sangat jelas apa yang ada dalam pikiran raja. Lantas dia mengatakan pada penjaga, "Tolong tanyakan pada raja, negara macam apa ini. Jika saya seorang utusan untuk negara anjing, saya akan lewat melalui pintu kecil ini. Apabila tidak, saya akan berjalan melalui pintu biasa."

Setelah raja mendengar pesan Yan Zi,  ia tidak mempunyai pilihan selain mempersilakan Yan Zi masuk melalui pintu biasa.

Di tengah-tengah perjamuan makan, tiba-tiba penjaga membawa masuk seorang pria yang diborgol. Raja Chu bertanya, "Siapa orang ini dan mengapa ia berada di sini?"

Penjaga berkata, "Dia pencuri dan datang dari Negara Qi." Raja menoleh dan bertanya pada Yan Zi, "Apakah rakyat Qi suka mencuri?"

Yan Zi bangkit dari kursinya, dan berjalan ke hadapan raja. Dia lalu berkata, "Saya mendengar bahwa pohon jeruk dari selatan Sungai Huai akan menghasilkan jeruk, tetapi jika mereka tumbuh di sebelah utara Sungai Huai mereka akan menghasilkan Zhi. Daun jeruk dan Zhi mirip, tapi rasa buah mereka sangat berbeda. Mengapa demikian? Hal ini karena mereka tumbuh di tanah yang berbeda. Sekarang apa bedanya dengan orang Qi ini. Ketika ia tinggal di Negara Qi, dia tidak pernah mencuri. Setelah pindah ke Negara Chu, ia telah menjadi seorang pencuri. Apakah Yang Mulia pikir itu dikarenakan air dan tanah Chu yang membuatnya berubah?"

Setelah mendengar itu, dengan perasaan malu Raja Chu berkata, "Orang tidak boleh mengolok-olok orang yang berbudi luhur. Saya telah mempermalukan diri sendiri." [Kelly Chang / Jogjakarta / Tionghoanews]

CARI KESENANGAN, BUKAN KEMENANGAN

Posted: 24 Oct 2011 12:16 AM PDT

HAMPIR setiap pekan, diselenggarakan lomba karaoke Mandarin. Baik berskala besar, maupun yang digelar kecil-kecilan oleh sebuah perkumpulan Tionghoa. Tak pernah sepi peminat, pesertanya justru meningkat dari waktu ke waktu.

Bahkan Perantauan Tebing Tinggi Deli di Jakarta punya kegiatan khusus untuk mengasah vokal anggotanya agar menjadi jawara dalam perlombaan tersebut. "Potensi sebenarnya cukup banyak, tetapi belum diolah dengan baik.

Makanya, saya berharap departemen wanita di perkumpulan kami bisa menangkap potensi itu, dan mengasah kemampuan mereka sehingga bisa berprestasi atas nama perkumpulan," tutur Ketua Perantauan Tebing Tinggi Deli di Jakarta Agus Susantio.

Menurut dia, kegiatan tersebut berdampak positif bagi kelangsungan perkumpulannya. "Kegiatan karaoke efektif mempererat hubungan diantara anggota. Meskipun bersaing, tapi persaingannya ke arah yang positif.

Usai lomba, umumnya para anggota saling berdiskusi untuk menampilkan yang terbaik ke depannya," katanya. Bagi Prita Wijaya, anggota departemen pemuda Anxi, mengikuti lomba karaoke Mandarin sekadar penyaluran hobi. Dia tidak mempedulikan menang kalah, hanya kesenangan yang dikejarnya. "Setiap lomba memiliki tantangannya masing-masing.

Makanya, saya selalu tertarik untuk ikut," ungkapnya. Banyaknya lomba karaoke mandarin, mendatangkan keuntungan tersendiri bagi Yenny Susianti.

Perempuan yang berprofesi sebagai guru vokal itu, sering didapuk menjadi juri dalam perlombaan tersebut. "Hampir setiap minggu, saya ada tawaran untuk menjadi juri. Saya lihat, pesertanya semakin beragam. Mulai banyak diikuti peserta remaja," ujarnya.

Prita menambahkan, sebagian besar lomba karaoke Mandarin digelar dengan tujuan mempererat kebersamaan warga Tionghoa. Meski be gitu, penilaian tetap dilakukan secara profesional dan menjunjung tinggi nilai sportivitas diantara peserta. "Nilainya kita buat setransparan mungkin. Nilai akhir langsung diketahui pada layar besar di samping panggung," terangnya. [Yanti Ng / Jakarta / DKI / Tionghoanews]

MENJAMURNYA KURSUS KOMPUTER MANDARIN

Posted: 23 Oct 2011 11:10 PM PDT

Sulit Dipahami, Pakai Software dari Taiwan

Kelas komputer Mandarin semakin diminati. Bukan hanya remaja dan dewasa, anak-anak pun mulai mengikutinya. BRIGITA SICILLIA, Jakarta

DI Mei Mei, Muara Karang, Jakarta Utara, misalnya, pesertanya didominasi anak-anak. "Sebagian besar berusia 8-17 tahun. Pengenalan huruf kanji dilakukan seminggu sekali, menggunakan software Mandarin. Kalau pengucapan bahasa Mandarin, diajarkan setiap hari," ungkap Mei Mei, pemilik tempat kursus itu. Namun, persentasenya memang tetap lebih besar kaum dewasa.

Di Meizhou, Asemka, Jakarta Barat, peserta paling banyak berusia di atas 40 tahun. Menurut Yu, peserta kursus komputer Mandarin harus lebih dulu menguasai bahasa Mandarin. Itu mempermudah dalam pengenalan huruf-huruf kanji.

"Minimal, tahu hanyu pinyin-nya," katanya. Pengajar lainnya, Tjahjadi Halim, menambahkan, software yang digunakan untuk mempelajari huruf kanji berasal dari Taiwan, bukan Tiongkok. Menurut dia, sofware asal Taiwan lebih lengkap. [Sizi Li / Jakarta / Tionghoanews]

MENELADANI KEBESARAN JIWA GUAN GONG

Posted: 23 Oct 2011 06:27 PM PDT

Rupang atau Kim Sin Mahadewa Guan Gong yang bisa kita lihat di salah satu altar pemujaan di Kelenteng Tien Kok Sie, Pasar Gede, Solo memiliki sifat-sifat kepahlawanan yang bisa dijadikan teladan bagi manusia. Tak hanya di kelenteng ini saja, Rupang juga biasa kita jumpai di rumah-rumah pribadi orang Tionghoa.   

Mahadewa Guan Gong adalah dewa yang cukup terkenal dan salah satu yang paling sering dipuja di kalangan masyarakat Tionghoa. Guan Gong dihormati para penganut agama Tao, agama Budha, dan penganut agama Konghucu di Tiongkok.  

Dewa ini dikenal oleh masyarakat Tionghoa sebagai simbol dari kesetiaan, kejujuran, keadilan, ksatria, dan tak pernah tergoyahkan oleh godaan yang bersifat duniawi. "Sikapnya yang memegang teguh pada janji dan dapat dipercaya patut dijadikan teladan bagi masyarakat luas," kata pengamat budaya Tionghoa asal Solo Aryanto Wong, pekan kemarin.  

Pada masa hidupnya Guan Gong adalah seorang panglima perang tersohor. Hidup di tahun 160-219 Masehi pada masa San Guo atau Sam Kok, dewa ini bernama asli Guan Yu Koan, dalam dialek hokian.

Dengan segala kebesaran jiwa dan keluhuran wataknya sebagai manusia, sang panglima besar ini juga dilukiskan dengan sangat indah dalam novel San Guo. Di novel itu juga diceritakan kisah tiga kerajaan tersohor di zamannya.  

"Dalam kisah tiga kerajaan ini banyak kita pelajari tentang makna persaudaraan sejati seperti sifat kesetiaan, kejujuran, dan ksatria dari sosok Guan Gong.

Momentumnya ketika tiga bersaudara dari tiga kerajaan ini mengangkat tali persaudaraan di dalam Kebun Persik," pungkasnya.
Aryanto melanjutkan, momentumnya adalah ketika tiga bersaudara ini saling bahu membahu dalam menumpas peperangan melawan seorang panglima perang tangguh bernama Lu Bu. "Karena sifat-sifatnya yang mulia, dewa ini banyak dijadikan lukisan dalam momen-momen tertentu.

Salah satunya seperti lukisan waktu berperang yang menggambarkan kehangatan dan ketulusan hubungan batin antarsaudara yang dilandasi oleh rasa kasih sayang," tandasnya.  

Dikatakan Aryanto, sampai sekarang masih banyak anak-anak sekolah dasar di Jepang yang mendapat pelajaran tentang sejarah kisah tiga kerajaan San Guo ini.

"Suatu ketika ada seorang teman berkunjung ke rumahku, orang itu mengatakan Guan Gong juga merupakan bagian dari budaya di negaranya. Dan orang Vietnam itu juga tahu tentang figur Guan Gong," tutupnya. [Yenni Huang / Solo / Tionghoanews]

PRIA TIONGHOA DIRAMPOK TUJUH PRIA BERSAJAM

Posted: 23 Oct 2011 06:18 PM PDT

Aksi perampokan yang dilakukan oleh sejumlah pelaku perampokan yang selalu mempersenjatai dirinya dengan senjata tajam, kembali terjadi di wilayah hukum Polsekta Medan Labuhan.

Kali ini, yang menjadi korbannya seorang pria etnis Tionghoa bernama Tek Li alias Alim (35), warga Jalan Perak, Kelurahan Kota Bangun, Kecamatan Medan Deli, dirampok tujuh pria bersenjatakan pisau saat dirinya melintas di Jalan Kol Yos Sudarso Km.7,5, Kelurahan Tanjung Mulia, Kecamatan Medan Deli, Minggu (23/10) dini hari. Akibat kejadian tersebut, sepeda motor Honda Supra X 125 BK 5291 AAD miliknya raib dibawa tujuh perampok bersajam tersebut.

Informasi yang dihimpun Starberita, Minggu (23/10) sekitar pukul 23.00 WIB di Mapolsekta Medan Labuhan menyebutkan, saat kejadian korban hendak pergi ke RSU Mitra Medika yang berada di kawasan Tanjung Mulia, KecamatanMedan Deli, guna menjenguk keluarganya yang tengah menjalani perawatan di rumah sakit tersebut.

Namun, saat korban melintas di lokasi kejadian, secara tiba-tiba korban dihadang oleh dua sepeda motor dan juga dipepet oleh dua sepeda motor lain.Saat itu, korban yang sudah berada dalam posisi terjepit, langsung menghentikan laju sepeda motornya. Setelah korban berhenti, sejumlah pelaku pun langsung menodongkan pisau ke bagian tubuh korban.

Akan tetapi, saat itu korban berusaha kabur. Namun, saat korban hendak kabur, pelaku menunjang sepeda motor korban hingga membuat korban terjatuh bersama sepeda motornya.

Setelah korban terjatuh, akhirnya pelaku pun langsung merampas sepeda motor korban dan mengambil dompet berisi surat-surat berharga milik korban, untuk selanjutnya pergi meninggalkan korban seorang diri di lokasi kejadian. [Angelina Lim / Medan / Tionghoanews]

No comments:

Post a Comment