印尼华人 (21/1) |
- BANYAK MENDENGAR DAN SEDIKIT BICARA
- PERAN MASYARAKAT TIONGHOA YANG TERLUPAKAN
- KITA TELAH TERLENA DALAM KENYAMANAN HIDUP
BANYAK MENDENGAR DAN SEDIKIT BICARA Posted: 01 Sep 2011 08:15 PM PDT Dahulu kala, seorang raja dari negara kecil ingin memberikan persembahan kepada kaisar Tiongkok, kemudian dia mengirimkan utusan dengan membawa tiga patung emas. Ketiga patung ini begitu indah, sehingga kaisar sangat gembira menerimanya. Namun demikian raja negara kecil itu meminta kaisar untuk memastikan patung mana yang paling berharga. Kaisar berpikir keras berbagai cara mencari jawabannya, bahkan bertanya pada seorang ahli perhiasan untuk meneliti ketiga patung yang begitu identik baik penampilan, berat, disain dan hasil pengerjaannya. Kaisar tidak tahu apa yang harus dilakukan. Diluar istana, sang utusan menunggu jawaban dari kaisar. Kekaisaran besar seperti Tiongkok ini jika tidak punya cara untuk memastikannya, maka sungguh memalukan! Akhirnya, ada seorang menteri tua mengaku tahu cara memastikan patung mana yang paling berharga. Kaisar mempersilakan menteri tua dan sang utusan ke balairung istana. Menteri tua itu dengan percaya diri mengeluarkan tiga batang jerami. Kemudian dia memasukkan sebatang jerami ke telinga patung pertama, ternyata batang jerami itu menembus keluar lubang telinga satunya. Sang utusan terdiam, karena jawabannya adalah benar. Pesan moral kisah ini, orang yang paling berharga bisa jadi sangat tidak pandai berbicara. Langit memberikan kita dua telinga dan satu mulut karena satu alasan, banyaklah mendengar dan sedikit berbicara. Mendengar secara intensif adalah kualitas paling mendasar bagi kedewasaan seseorang. Catatan redaksi: "Tiga Patung Kecil" merupakan sebuah teka-teki. Patung pertama, masuk telinga satu keluar ke telinga lainnya. Patung kedua, seorang yang suka bergosip. Patung ketiga, dia mendengar namun tidak berbicara, berarti dia mendengarkan dengan baik, namun tidak bergosip. [Aprilda Bong, Makassar, Tionghoanews] |
PERAN MASYARAKAT TIONGHOA YANG TERLUPAKAN Posted: 01 Sep 2011 08:03 PM PDT Semasa perjuangan fisik (1945-1949), peran masyarakat Tionghoa dalam kemiliteran tidak bisa dikesampingkan begitu saja, tetapi terlupakan dari ingatan kolektif bangsa Indonesia, terutama semasa pemerintahan Orde Baru yang dekat dengan Amerika Serikat. Konteks Perang Dingin mengakibatkan semua yang berbau Tionghoa diasosiasikan dengan rezim Tiongkok komunis. Demikian pula nasib warga Tionghoa totok dan peranakan di Indonesia. Semisal kisah Tony Wen yang memimpin International Volunteer Brigade (IVB) di sekitar Magelang, Jawa Tengah. Tony memimpin pasukan gabungan dari ragam kebangsaan, seperti Filipina, India, Taiwan, dan bangsa lain, yang bersimpati pada perjuangan kemerdekaan Indonesia. Profesor Yong Mun Cheong dari National University of Singapore (NUS), dalam bukunya berjudul Singapore and Indonesia's Revolution 1945-1949, mencatat Tony Wen kemudian diberi tugas khusus oleh Presiden Soekarno untuk mengirimkan opium ke Singapura untuk dijual. Uang penjualan opium digunakan untuk membeli persenjataan dan mendanai perjuangan Republik Indonesia. Pada periode tersebut dikenal pula sosok John Lie yang kemudian berganti nama menjadi Daniel Jahja Dharma sebagai komandan Kapal The Outlaw yang berulang kali menerobos blokade angkatan laut Kerajaan Belanda. John Lie juga mengembangkan jaringan intelijen dari Karachi, Manila, hingga Taiwan untuk mendukung kemerdekaan Republik Indonesia. Operasi Indoff atau Indonesia Office di Singapura pun, lanjut Yong Mun Cheong, banyak melibatkan pejuang Tionghoa dalam rangka membangun jaringan dan memperoleh pasokan senjata (war surplus) eks Perang Dunia II. Adapun pada tingkat lokal muncul kelompok perjuangan, seperti Resimen IV Riau dengan anggota warga Tionghoa dan India. Dalam buku biografi Kim Teng dari Pejuang hingga Kedai Kopi karya Nyoto disebutkan adanya nama-nama Tan Kim Teng, Lie Ban Seng, Lie Chiang Tek, Kui Hok, Tji Seng, Tan Teng Hun, Lai Liong Ngip, Chu Chai Hun, Chia Tau Kiat, dan Muhammad Junus (keturunan India). Sejarawan Didi Kwartanada mengatakan, terdapat Laskar Tionghoa Indonesia (LTI) yang beroperasi di Pemalang, Jawa Tengah. Namun, jasa mereka terlupakan karena adanya cap "kiri". Anton Santoso alias Anton Ong, seorang veteran 45 asal Pemalang yang kini bermukim di Bogor, membenarkan adanya pejuang-pejuang Tionghoa di wilayahnya, Pemalang. Keunikan lain ditemukan dalam Bataljon Matjan Poetih. Batalyon ini mungkin merupakan satu-satunya composite battalion (batalyon campuran) Jawa dan Tionghoa dalam perang kemerdekaan. Bataljon Matjan Poetih yang beroperasi di kaki Gunung Muria menghimpun pemuda Jawa dan Tionghoa dari Kota Kudus untuk berjuang bersama-sama melawan Belanda. Masyarakat Tionghoa kala itu mengumpulkan perhiasan yang diselundupkan lewat Pelabuhan Jepara untuk membeli persenjataan di Singapura dalam serangkaian operasi. Sejumlah tokoh batalyon ini adalah FX Soeharto, Thio Ma Ai, dan Sie Kim Siong. Sejumlah nama anggota Bataljon Matjan Poetih ada dalam daftar tahanan pada buku Dalem Tawanan Djepang karya Njo Joe Lan yang diberi kata pengantar oleh Myra Sidharta dalam cetakan ulangnya. Almarhum Thio Ma Ai dalam satu kesempatan menolak wawancara dengan santun sambil menjelaskan ketika itu semua elemen masyarakat di kota Kudus ikut berjuang dalam kemerdekaan Indonesia. Pada peringatan enam bulan kemerdekaan RI, diterbitkan buku yang dicetak ulang Kantor Berita Antara. Buku itu juga menampilkan kiprah pemuda Tionghoa mendukung arek-arek Surabaya dalam Pertempuran 10 November 1945. Pada tahun 1950-an hingga awal 1970-an, banyak pemuda Tionghoa menjadi kadet (taruna) di tiga matra Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. Salah satu pemuda peranakan Tionghoa dengan pangkat lebih tinggi dari John Lie di TNI berasal dari TNI Angkatan Laut. Perwira yang ditemui di kediamannya beberapa waktu lalu mengakui dirinya adalah peranakan Tionghoa Tobelo yang beribukan wanita Minahasa. Perwira senior yang low profile tersebut menjelaskan keberadaan belasan perwira tinggi (jenderal, laksamana, dan marsekal) dari suku Tionghoa pada tahun 1980-an yang berdinas aktif di TNI. [Dina Kwek, Ternate] |
KITA TELAH TERLENA DALAM KENYAMANAN HIDUP Posted: 01 Sep 2011 07:33 PM PDT Bhiksu tua dan muridnya sedang melakukan perjalanan dengan jalan kaki, walaupun melalui jalan hutan dan naik gunung, bhiksu tua berjalan dengan santai di depan dan muridnya memikul bekal mereka yang berat dengan terseret-seret mengikuti dibelakang gurunya. Bhiksu kecil sambil berjalan berpikir, didalam kehidupan manusia yang singkat ini, selalu harus melalui siklus dilahirkan, sakit, tua dan meninggal, begitu banyak penderitaan, tetapi setelah memilih jalan kultivasi, maka harus seperti Sang Sadar harus cepat menyelamatkan orang, tidak boleh kendur, harus gigih maju. Setelah berpikir sampai disana, bhiksu tua yang berjalan didepannya menghentikan langkah kakinya, membalikkan badannya dengan wajah tersenyum berkata, "Mari, biar saya yang memikul bekal itu, kamu yang jalan didepan saya." Bhiksu kecil merasa heran, tetapi sesuai dengan instruksi gurunya, dia memberikan bekal kepada gurunya dan dia berjalan didepan gurunya. Setelah berjalan beberapa saat, bhiksu kecil ini merasa sangat bebas dan santai, sambil berpikir didalam kitab suci dikatakan, Sang Sadar menyelamatkan mahluk hidup," Ini terlalu sulit! Begitu banyak mahluk hidup sampai kapan bisa menyelamatkan semuanya? Lebih enak tidak usah kultivasi, lebih nyaman hidup santai dan bebas saja!" Setelah niat pikiran ini timbul, dia mendengar gurunya bhiksu tua dengan suara serius membentaknya, "Anda segera berhenti!" Bhiksu kecil membalikkan badannya, dia melihat wajah bhiksu tua dengan serius memandangnya, dia sangat terkejut, bhiksu tua sambil melemparkan bekal dari pikulannya berkata, "Bawa bekal ini, sekarang ikuti saya!" Bhiksu kecil berpikir lagi, sangat susah menjadi manusia! beberapa saat yang lalu masih dalam keadaan gembira, sekejap mata sudah berubah menjadi susah, suasana hati manusia sungguh gampang berubah dan tidak stabil, "Hati manusia biasa gampang berubah, lebih bagus berkultivasi mencapai kesempurnaan, dengan demikian saya dapat menyelamatkan manusia dan mengurangi kesusahan hidup manusia" Setelah timbul niat tersebut, gurunya yang berjalan didepannya membalikkan badannya dan tersenyum mengambil bebannya dan berjalan dibelakangnya. Kejadian ini berulang kali terjadi bhiksu kecil ini hatinya tidak stabil antara ingin berkultivasi dan ingin bebas, ketika ketiga kalinya timbul niat ingin bebas, bhiksu tua dengan suara keras dan wajah serius menghadapinya. Bhiksu kecil akhirnya tidak dapat menahan perasaan penasaran didalam hatinya, lalu bertanya kepada gurunya kenapa hari ini gurunya bersikap bolak balik demikian, pada suatu saat baik dan di lain saat berubah menjadi keras "Guru, kenapa hari ini engkau sebentar menginginkan saya mengikuti belakangmu, tetapi dalam sekejap ingin saya berjalan didepan, kenapa hal ini terjadi berulang kali?" Bhiksu tua berkata, "Walaupun engkau mempunyai niat untuk berkultivasi, tetapi hati kultivasimu sangat labil, ketika merasa terharu timbul niatmu berkultivasi, tetapi sebentar lagi sudah berubah, jika demikian terus maju mundur, sampai kapan engkau bisa mencapai buah status?." Setelah mendapat teguran dari gurunya, bhiksu kecil merasa sangat menyesal, maka timbul kembali niat pikiran untuk tetap berkultivasi, pada saat ini gurunya ingin dia berjalan didepan, tetapi dia menolak dan berkata, "Guru, mulai saat ini saya bertekad dengan niat pikiran yang bulat saya akan berkultivasi seperti mendirikan sebuah menara yang tinggi, yang dimulai dari bawah, setahap demi setahap mencapai puncak saya juga akan berjalan selangkah demi selangkah." Setelah mendengar perkataannya bhiksu tua sangat gembira, didalam hatinya sangat kagum kepada murid kecilnya, mereka berdua meneruskan berjalan sambil bercanda dan sepanjang jalan saling membantu. Banyak orang tahu apa itu kultivasi? Dan timbul tekad untuk berkultivasi, timbul niat pikiran sangat gampang tetapi dapat bertahan berkultivasi terus bukanlah suatu hal yang gampang. [Yolanda Li, Banjarmasin, Tionghoanews] |
You are subscribed to email updates from tionghoanews.com To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
No comments:
Post a Comment